DOGMA TRINITAS
oleh Ria Olive Regina pada 15 April 2011 jam 5:48
Sebuah Tinjauan Historikal Asal Muasal Doktrin Trinitas
Pada dasarnya Kekristenan tidak dapat dipisahkan dalam sejarah dengan perjalanan bangsa Israel (Yahudi). Yesus Kristus sendiri menyatakan :
Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi (Yohanes 4:22)
Maka ketika menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat, Yesus Kristus menyatakan konsep keimanan yang sangat monoteis :
Jawab Yesus : “Hukum yang terutama ialah : dengarlah hai orang Israel, Tuhan (TUHAN, YHWH) Allah kita, Tuhan (TUHAN, YHWH) itu esa” (Markus 12:29)
Inilah konsep keimanan yang diajarkan kepada orang Israel sejak semula dan dituliskan oleh Musa sebagai hukum yang utama : “Shema” (Dengarlah). “Dengarlah hai orang Israel : YHWH itu Allah kita, YHWH itu esa” (Ulangan 6:4).
Dalam upaya untuk melindungi konsep Allah yang satu dari segala jenis penggandaan (multiplication), penurunan nilai (watering down), atau pencampuran adukan (amalgamation) dengan ibadah-ibadah lain diseluruh dunia, orang Israel memilih bagi dirinya sendiri ayat Kitab Suci (Ulangan 6:4) untuk menjadi pernyataan iman (credo) yang sampai hari ini menjadi bagian liturgi harian di sinagog-sinagog yang juga ditanamkan sebagai kalimat pertama yang harus dihafal oleh anak sekolah berusia lima tahun. Inilah pengakuan yang oleh Yesus dianggap sebagai “yang paling utama dari semua perintah” (Pinchas Lapide, Jewish Monotheism and Christian Trinitarian Doctrine, 1981:27)
Konsep keimanan ini pulalah yang dipahami oleh para rasul, murid-murid Yesus :
Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa … dan satu tu(h)an saja yaitu Yesus Kristus …. (1Korintus 8:6)
Oleh sebab itu pada dasarnya Kekristenan adalah agama monoteis yang sama seperti agama Yahudi, sebab Kekristenan mengakui Bapa, yaitu yang disebut Allah oleh orang Yahudi (Yohanes 8:54).
Yudaisme, lingkungan di dalam mana orang-orang Kristen purba hidup dan berasal, senantiasa merupakan agama monoteisme yang kuat. Dari Yudaisme inilah Kekristenan mewarisi monoteisme (Lohse, 1994:47)
Apa yang disebut sebagai doktrin Trinitas hingga hari ini, merupakan satu doktrin yang peristilahannya tidak dapat ditemukan di dalam Alkitab. Bahkan perdebatan awal yang sangat panas antara kaum Athanasius dan Arius (Konsili Nicea, 325) tidaklah menyinggung mengenai ketritunggalan melainkan hanya mendebatkan tentang posisi Yesus terhadap Bapa. Doktrin Trinitas sendiri belum menemukan bentuknya yang utuh hingga abad ke-5 setelah disusunnya Kredo Athanasius di Perancis Selatan (bukan disusun oleh Athanasius dari Alexandria, hanya diambil dari nama yang sama).
Tidak ada indikasi dalam Perjanjian Lama tentang pemisahan keAllahan. Ini merupakan salah tempat untuk menemukan doktrin Inkarnasi Allah atau tentang hal-hal Trinitas dalam halaman-halamannya (Encyclopedia of Religion and Ethics, Clark, 1913, jilid 6:254).
Kaum teolog hari ini telah setuju bahwa Kitab-kitab orang Ibrani tidak berisikan doktrin Trinitas (The Encyclopedia of Religion, Eliade, 1987, 15:54).
Doktrin trinitas tidak diajarkan dalam Perjanjian Lama (New Catholic Encyclopedia, Pub. Guild, 1967:306)
Sejarah teologi dan dogma Kristen mengajar kita untuk menghargai Trinitas sebagai elemen khas dari ide Kekristenan tentang Allah. Tapi di sisi lain, kita harus jujur mengakui bahwa doktrin Trinitas tidak terbentuk sebagai bagian dari orang-orang Kristen mula-mula yang menuliskan Perjanjian Baru. Tidak ada jejak dari ide seperti ini dalam Perjanjian Baru. “Mysterium logicum” (pemikiran yang misterius) ini, bahwa Allah itu tiga tetapi satu, berada sepenuhnya diluar pesan dari Alkitab. Ini adalah misteri yang Gereja letakkan dalam keimanan, tetapi tidak ada hubungan dengan ajaran Yesus dan para Rasul. Tidak ada satupun Rasul yang pernah bermimpi memikirkan bahwa ada tiga pribadi ilahi yang hubungan mutualnya dan kesatuannya menciptakan paradoks (pertentangan) yang di luar pengertian kita (Emil Brunner, Christian Doctrine of God, Dogmatics, 1950:205,226,238)
Menuju ke Doktrin TrinitasKekristenan mengalami aniaya yang hebat oleh para penguasa Romawi. Penganiayaan hebat terjadi pada jaman Kaisar Nero sampai Kaisar Diocletian. Tetapi setelah Kaisar Diocletian muncul seorang Kaisar baru yaitu Kaisar Konstantin Agung yang menyadari bahwa Kekristenan telah merasuk masuk ke dalam kerajaannya dan akan sangat berbahaya untuk bermusuhan dengan Kekristenan. Maka pada tahun 314, Kaisar mengeluarkan Dekrit Toleransi Milan yang mengatur tentang agama Kristen sebagai agama resmi negara. Konstantin ingin menggunakan kekuatan agama Kristen untuk secara politis menyatukan Romawi. Pengaruh budaya Yunani (Helenisme) sangat kuat masuk ke dalam dunia Kekristenan.
Maka refleksi dua tiga generasi Kristen pertama atas “fenomena” Yesus dan pengalaman umat sendiri terjadi dalam rangka alam pikir dan tradisi religius Yahudi, yang hanya sedikit terpengaruh oleh alam pikiran Yunani. Tetapi lama-kelamaan pengaruh alam pikiran Yunani bertambah besar. Sarana pemikiran yang mula-mula Yahudi semakin menjadi Yunani. Maka iman kepercayaan Kristen yang mula-mula ditampung dalam gagasan dan istilah Yahudi lama-kelamaan dipindahkan kepada gagasan Yunani. Ada bentrokan antara alam pikiran Yahudi Kristen semula dengan alam pikiran Yunani Kristen kemudian, dan antara iman kepercayaan Kristen dan alam pikiran Yahudi dan Yunani (Groenen, 1987:36-37)
Meski demikian, Kekristenan saat itu masih sangat didominasi oleh kaum Kristen unitarian yang “sampai awal abad ketiga masih merupakan mayoritas yang besar” (Encylopedia Britannica, Edisi 11, Vol 23, Hal 963).
Kaisar Konstantin yang ingin menggunakan Kekristenan sebagai pemersatu politis Romawi merasa resah melihat perdebatan teologis yang telah mencapai rakyat jelata. Perdebatan besar terutama terjadi di gereja-gereja Mesir yang berpusat di kota Alexandria yaitu antara Uskup Agung Alexander dari Alexandria dan penerusnya Uskup Athanasius melawan Uskup Arius dari Alexandria yang didukung oleh Uskup Agung Eusebius dari Nicomedia. Maka Kaisar memutuskan diadakannya satu Konsili besar untuk memutuskan masalah-masalah teologis ini.
Pada saat itu terdapat setidaknya 1800 orang Uskup Kristen, 1000 orang di wilayah Romawi Timur dan 800 orang di wilayah Romawi Barat. Tetapi apa yang dikatakan sebagai Konsili Ekumene Pertama di Nicea tahun 325 itu hanya dihadiri oleh 250 – 318 orang Uskup saja. Eusebius mencatat 250 Uskup, Athanasius mencatat 318 Uskup, dan Eusthatius dari Antiokia mencatat kehadiran 270 Uskup. Artinya jumlah yang sama sekali jauh dari jumlah keseluruhan Uskup yang ada.
Uskup-uskup yang hadir terpecah dalam tiga golongan pemikiran yaitu kelompok homoousian yang menyatakan bahwa Yesus memiliki substansi yang sama (the same substance) dengan Bapa yang dipimpin oleh Uskup Alexander dari Alexandria, kelompok Arian yang menyatakan bahwa Yesus tidak mungkin sama substansinya, sekalipun sangat mulia, tetapi tetap adalah ciptaan Bapa dipimpin oleh Arius, dan kelompok yang ingin mencapai kompromi dengan menyatakan bahwa Yesus dan Bapa adalah berbeda tetapi mirip (similar) disebut kelompok homoiousians.
Pertemuan yang berlangsung sejak 20 Mei 325 itu baru dapat menghasilkan kesimpulan pada tanggal 19 Juni 325 setelah Kaisar Konstantin sendiri datang pada tanggal 14 Juni 325. Kaisar datang dengan membawa satu cohort (setara brigade) tentara Romawi. Konstantin kemudian menangkap Arius, dan kedua sahabatnya Theonas dan Secundus, para Uskup dari Libya dan mengasingkan mereka. Semua tulisan Arius dikabarkan dibakar, sekalipun tidak ada catatan resmi tentang pembakaran ini. Kesimpulan yang diambil pada tanggal 19 Juni 325 diikuti dengan kutukan (anatema) terhadap Arius dan para pendukungnya.
Kaisar nekad. Rapat itu mesti meredakan ketegangan dan menghentikan pertikaian serta menghasilkan semacam asas tunggal yang harus diterima semua pihak berselisih …. Keputusan Konsili menjadi hukum negara. Arius dan uskup-uskup pembangkang dipecat dan dibuang ke pedalaman. Tulisan-tulisan Arius dibakar dan siapa yang mempunyai tetapi tidak menyerahkan terancam hukuman mati (Groenen, 1992:131)
Kesimpulan konsili dibacakan oleh Hosius dari Cordoba yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah “Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sebenarnya dari yang sebenarnya”. Bahwa Yesus Kristus bukan diciptakan tetapi sama kekalnya dengan bapa (co-substantial) dan berasal dari substansi yang sama (homoousius). Konsili juga memutuskan untuk mengganti perayaan Paskah dari Passover Yahudi kepada Easter. Motivasinya menurut catatan Theodoret adalah pendapat Kaisar untuk menjauhkan perayaan dari tradisi Paskah Yahudi yang telah menyalibkan Yesus Kristus pada hari raya mereka itu. Hal tentang Roh Kudus sama sekali tidak dibicarakan oleh Konsili.
Konsili diakhiri dengan “pesta” bersama Kaisar Konstantin pada tanggal 25 Agustus 325. Tiga bulan kemudian dua uskup yang menyampaikan ide kompromi dan tidak sepenuh hati mendukung kredo Nicea yaitu Eusebius dari Nicomedia dan Theognius dari Nicea diasingkan juga
--------------------------------------------------
Membedah Doktrin Trinitas (Bag.1)
Sunday, 18 July 2010 15:25
Seperti yang sudah saya bahas di edisi lalu, konsep Trinitas dalam agama Kristen sama sekali tidak mempunyai landasan secara Biblikal. Doktrin Trinitas tidak ada dalam Perjanjian Lama, tidak ada dalam Perjanjian Baru dan orang-orang Kristen awal pun belum mengenal konsep ini. Namun umat Kristen terutama pihak gereja tetap bersikukuh dengan pembelaan-pembelaannya yang akan kita patahkan dalam pembahasan kali ini.
Pembelaan pertama, Trinitas
- Kalau Allah itu bukan tiga pribadi dalam satu hakikat (trinitas), mengapa ada tertulis di AlKitab: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”
Ayat tersebut di atas adalah berasal dari 1 Yohanes 5:7. Tentang ayat ini para teolog Kristen mengatakan demikian,
Charles C.Ryrie dalam buku Teologi Dasar I hal.70 menuliskan bahwa 1 Yohanes 5:7 jelas bukan bagian dari teks asli Kitab Suci. Teolog Dr Herbert W.Amstrong memaparkan bahwa ayat ini ditambahkan ke Alkitab edisi Vulgata Latin ketika terjadi kontroversi panas antara Roma, Arius (pelopor Arianisme), dan umat Allah.
Dua teolog ternama lain, Edward Gibbon dan Richard Porson, dari penelitian mereka sama-sama sepakat bahwa ayat 1 Yohanes 5:7 baru pertama kali dimasukkan oleh Gereja ke dalam Alkitab tahun 400 Masehi (Secrets of Mount Sinai, James Bentley, hlm.30-33). Karena kuatnya bukti-bukti ‘pemalsuan’ ayat ini, maka dalam edisi-edisi Alkitab baru bahasa Inggris seperti The Revised Standart Version, The New Revised Standart Version, The New American Standart Bible, The New English Bible, The Philips Modern English Bible, dan lain-lain, para sarjana Alkitab meniadakan ayat itu dalam terjemahan mereka. Hanya King James Version yang masih mencantumkan ayat ‘palsu’ tersebut.
Pembelaan kedua, Menghidupakan orang mati
- Kalau Yesus itu bukan Allah sejati, mengapa AlKitab mencatat bahwa dia berkuasa menghidupkan orang mati, mengampuni dosa manusia, dan membuat berbagai mujizat yang dahsyat?
Allah SWT menurunkan nabi-nabi dan Rasul-Rasul dengan mukjizat yang dimilikinya masing-masing. Sedangkan Nabi Isa as, Allah memberikannya mukjizat sebagai tanda kenabian salah satunya adalah menghidupkan orang mati. Maka kemampuan ‘menghidupkan orang mati’ ini tidak bisa dianggap sebagai bukti bahwa nabi Isa as (Yesus) adalah Tuhan.
Petrus juga bisa menghidupkan orang mati. Hal ini terekam dalam Kisah Para Rasul 9:40,
Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk.
Demikian juga Elisa, mayat-mayat yang kena tulang-tulangnya bisa hidup kembali, 2Raja 13:20-21,
Sesudah itu matilah Elisa, lalu ia dikuburkan. Adapun gerombolan Moab sering memasuki negeri itu pada pergantian tahun. Pada suatu kali orang sedang menguburkan mayat. Ketika mereka melihat gerombolan datang, dicampakkan merekalah mayat itu ke dalam kubur Elisa, lalu pergi. Dan demi mayat itu kena kepada tulang-tulang Elisa, maka hiduplah ia kembali dan bangun berdiri.
Jika Yesus ‘sakti’ saat masih hidup, sedangkan Elisa ‘sakti’ ketika ia sudah menjadi tulang-belulang alias mati. Nah? Siapa yang lebih hebat? Kalau perbuatan Yesus dikatakan ajaib, maka tampaknya Elisa lebih ajaib ketimbang Yesus. Yesus bisa menyembuhkan orang buta, Elisa juga bisa, 2Raja 6:17, 20.
Pembelaan Ketiga, Yesus disembah
- Mengapa AlKitab mencatat berulang-ulang kali bahwa Yesus disembah? Bukankah hanya Allah saja yang patut disembah?
Banyak ayat-ayat dalam Bibel yang menyatakan bahwa Yesus disembah. Ayat-ayat itu antara lain : Matius 2: 2,8,11 ; Matius 8:2 ; Matius 9:18 ; Matius 14:33 ; Matius 15:25 ; Matius 28:9 ; Lukas 24:52 ; Ibrani 1:6.
Tapi yang perlu diperjelas di sini adalah, ‘disembah’ dalam makna apa? Ini adalah permasalahan bahasa. Apakah Yesus disembah seperti orang menyembah Allah yang sejati? Dalam bahasa Yunani, kata ‘menyembah’ yang sering dipakai itu adalah ‘proskuneo’. Proskuneo mempunyai arti ‘menyembah’ dalam makna ‘menghormat’. Kata ini juga biasa digunakan untuk orang-orang yang berkedudukan tinggi.
Sedangkan penyembahan kepada Allah sejati, kata Yunani yang digunakan adalah ‘latruo’, yang lebih bermakna menyembah dalam arti beribadah. Yesus sebagai orang yang berkedudukan tinggi, nabi Allah maka layak untuk mendapat ‘proskuneo’ dari banyak orang. Sehingga penggunaan kata ‘menyembah’ (proskuneo) yang seharusnya lebih tepat diterjemahkan sebagai ‘menghormat’ terhadap Yesus, tidak bisa dijadikan bukti bahwa Yesus adalah Allah sejati. Ini adalah masalah kesalahpahaman dalam penafsiran. Dan sebagai catatan, bahwa LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) dalam menterjemahkan kata ‘proskuneo’ dan ‘latruo’ sama-sama diterjemahkan dengan kata ’menyembah’. []
-------------------------------------------------------------------------------
TAHUN PENGANGKATAN;
1. PENGANGKATAN PERTAMA.....
"sesungguhnya kita mengimani satu tuhan,yaitu bapa yang perkasa,pencipta segala wujud yang terlihat dan tidak terlihat,dan kepada satu tuhan,yesus kristus,putra allah,yang lahir tunggal dari bapa,dia berasal dari esensi yang sama dengan bapa,cahaya dari cahaya,tuhan hakiki dari tuhan hakiki,yang terlahir tetapi tidak terciptakan,dari esensi yang sama dengan bapa yang darinya tercipta segala sesuatu,dia tidak di langit dan tidak di bumi,demi kita manusia,dan untuk menyelamatkan kita,dia telah turun dan berinkarnasi,merasakan sakit,dan dibangkitkan pada hari ketiga,kemudian dia naik kelangit,dan akan kembali untuk mengadili yang hidup dan yang mati,dan dengan roh kudus,".
itu adalah ketetapan konsili nichea I pada tahun 325M.
dan gereja katolik apostolik mengutuk setiap orang yang tidak mempercayainya...
2. PENGANGKATAN KEDUA (revisi)......
"sesungguhnya kami mengimani satu tuhan,pencipta langit dan bumi,segala sesuatu yang terlihat dan tidak terlihat,dan kepada satu tuhan,yesus kristus,putra allah,yang lahir tunggal dari bapa,sama sejatinya dengan bapa,cahaya dari cahaya,tuhan hakiki dari tuhan hakiki,yang terlahir tapi tidak terciptakan,dari esensi yang sama dengan bapa yang darinya tercipta segala sesuatu,karena kita,manusia,dan untuk menyelamatkan kita,dia telah turun dan berinkarnasi dari roh kudus dan dari maryam,ia menjadikan dirinya sebagai manusia dan telah disalib demi kita pada zaman pilatus,ia merasakan sakit,dan di kafankan,lalu di bangkitkan pada hari ketiga sesuai teks kitab.kemudian ia naik kelangit dan duduk di samping kanan bapa,dia akan kembali untuk mengatur yang hidup dan yang mati,kekuasaan tidak ada akhirnya,dan dengan roh kudus yang adalah tuhan dan pemberi kehidupan,ia keluar dari bapa,di sembah,dan di agungkan dengan PERSEKUTUAN antara bapa dan anak,dia berbicara melalui para nabi,dengan SATU GERJA SAJA katolik dan apostolik,kami mengakui satu baptisan untuk pengampunan dosa-dosa,menanti di bangkitkannya orang-0rang mati dan kehidupan di dunia yang lama,amin,".
pengangkatan kedua(revisi)ini di lakukan pada konsili Konstantin pada tahun 381....
3. PENGANGKATAN KETIGA (revisi lagi)...sesungguhnya aku mengimani satu tuhan,pencipta langit dan bumi,alam yang terlihat dan tidak terlihat,aku beriman pada satu tuhan,yesus kristus,putra tunggal allah,yang teelahir dari bapa sebelum ada masa,dia adalah allah yang terlahir dari allah,cahaya yang terlahir dari cahaya,tuhan hakiki yang terlahir dari tuhan hakiki,yang terlahir tapi tidak di ciptakan,satu esensi dengan bapa,dan yang darinya tercipta segala sesuatu,karena kita,manusia,dan untuk menyelamatkan kita,dia turun dan berinkarnasi dari roh kudus dan dari maryam,ia menjadikan dirinya sebagai manusia,dan telah disalib demi kita pada zaman pilatus,ia merasakan sakit dan diletakkan dalam kubur,lalu di bangkitkan pada hari ketiga sesuai teks kitab,kemudian ia naik kelangit dan duduk di sisi kanan bapa,dia akan kembali untuk mengatur yang hidup dan yang mati,kekuasannya tidak ada akhirnya,aku beriman pada roh kudus, yang adalah tuhan dan pemberi kehidupan,ia keluar dari bapa,di sembah dan di agungkan dengan persekutuan antara bapa dan anak,bersama bapa dan anak di capaipenyembahan dan pengagungan yang sama,aku mengakui satu baptisan untuk pengampunan dosa-dosa,aku menanti di bangkitkannya orang-orang mati dan kehidupan di dunia yang lama,amin".
revisi ini dilakukan pada konsili Trent di tahun 1546M.
---------------------------------------------------------------------------------------
PANDANGAN ISLAM--------->
‘TRINITAS’ Dalam Pandangan Akal Dan Qur’an
Mei 30, 2007 @ 11:12 am › Cahaya Islam
↓ Skip to comments
Adalah kata ‘pengikut Al-Masih’ dalam kitab-kitab teologi menggambarkan tentang keyakinan Trinitas (Tuhan Bapa, Rahul Kudus, dan Yesus Kristus) dan permasalahan- permasalahan yang mendasar yang bersumber pada akidah mereka. Tidak adanya dalil dari para pengikut Masih atas keyakinan mereka, sementara mereka mengklaim diri mereka telah menyakini monoteisme, dengan pengertian satu dalam kemajemukan. Apakah kesatuan dalam pengertian ini, berhak ada pada zat Tuhan. Sementara independen (kemandirian) terlepas pada zat-Nya dan tidak bertentangan dengan argumentasi akal?
Konsep trinitas bersumber pada ajaran kitab Injil yang diragukan keasliannya, disebabkan bukanlah kitab ‘Samawi’ (bersumber pada wahyu Allah Swt), namun kitab injil tersebut ditulis dan disusun setelah Al-Masih diangkat oleh Allah atau setelah penyalibannya menurut perkiraan orang-orang nasrani. Dan masuknya konsep Trinitas pada agama Nasrani setelah kepergian Al-Masih dan para pengikutnya.
Seorang Yahudi yang bernama Paulus yang mengajarkan ajaran nasrani tersebut, dengan klaim bahwa Al-Masih telah menyatu dalam dirinya, dan ia berkewajiban menjalankan dakwah kepada seluruh masyarakat. Dia juga menyatakan bahwa Isa sebagai tebusan dosa manusia setelah penyalibannya. Adapun syariat, bukanlah suatu kewajiban bagi orang-orang selain Yahudi. Mr. Louis, seorang cendikiawan nasrani menyatakan: “Penjasadan adalah kata dari rahasia-rahasia Tuhan, yang akal tidak mampu untuk menalarnya. Namun tidaklah bertentangan dengan argumentasi akal.”[1]
Dan didalam Al-Qur’an Al-Karim telah menerangkan tentang akidah yang diselewengkan tersebut, Allah Swt berfiman: “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al masih itu putera Allah”. Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?[2]
Sanggahan
Ada beberapa sanggahan disini, terhadap keyakinan trinitas:
1. Adanya kontradiksi yang jelas, ketika mereka menyakini bahwa setiap satu dari trinitas mempunyai ciri khas tersendiri dari yang lain. Padahal mereka menyakini kemajemukannya adalah suatu yang hakiki. Bagaimanakah sebuah kontradiksi ini dapat diterima akal, atau bersumber dari kebenaran wahyu?
2. Apa maksud pengertian trinitas berasal dari pengertian Tuhan Yang Satu atau Satu dalam kamajemukan? Hal ini tidaklah sesuai dengan dua pengertian berikut ini:
a. Hendaklah masing-masing dari Trinitas tadi adalah wujud yang independen, yang satu sama lain mempunyai kriteria-kriteria tersendiri , dan yang membedakan dengan yang lain.
b. Hendaklah keberadaan trinitas terwakili dengan ke-Esaannya, yang menjadikan Tuhan dengan kemajemukannya. Yang sebenarnya adalah zat Allah adalah Tunggal (basit).
3. Menghasilkan bentuk manfaat dalam sebuah penyatuan atau kerjasama antara komponen- komponennya. Keniscayaan Tuhan terhadap apapun bentuk manfaat dan kerjasama.
Sanggahan-sanggahan diatas, adalah bentuk agumentasi yang mendasar, melalui penilaian dalil akal sebagai sumber hukum Islam. Dan sekiranya terjadi sebuah pengaturan alam dengan ketuhanan trinitas dan politeisme, tentunya terjadi multisistem pengaturan disini. Bila masing-masing sistem pengaturan oleh Tuhan-Tuhan tadi berbeda satu sama lain, maka akan menyebabkan kehancuran alam ini. Dalam AlQur’an, Allah Swt befirman:´”Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”[3]
Batasan-batasan Ke-Tauhidan Islam
Menyakini Ke-Esaan Allah Swt melalui tahapan:
1. Tauhid dalam zat, terbagi dalam dua bagian:
a. Zat Allah Swt Tunggal (basit); yang tidak memiliki bagian atau komponen (Ahadiyah Al-Zat). Baik komponen dalam bentuk luar maupun komponen yang terindera dalam otak. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman: Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.”(QS Al-Ikhlash ayat 1)
b. Allah Swt yang Satu, yang tidak memiliki keserupaan (Wahidiyyah). Di dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman: “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(QS Al-Ikhlash ayat 4).
Tauhid dalam peristilahan filsafat Adalah Tauhid dalam Wujud yang Mesti, tidak ada satu wujudpun yang maujud oleh dirinya sendiri, kecuali Allah Swt.. Wujud yang demikian hanyalah Allah Swt, Yang Maha Tinggi, yang keberadaannya secara substantif merupakan keharusan, dan yang dari-Nya wujud-wujud yang lain maujud.
2. Tauhid dalam Sifat. Penyatuan antara zat dan sifat. Sifat-sifat yang kita nisbatkan kepada Allah Swt, tak lain adalah Zat-Nya sendiri. Sifat-sifat ini bukanlah hal lain dari Diri-Nya dan ditambahkan kepada-Nya.
3. Tauhid dalam penciptaan. Artinya, tidak ada pencipta kecuali Allah Swt.
4. Tauhid dalam manajemen (Rububiyah), yang mengelola alam semesta yang tidak membutuhkan siapapun selain-Nya.
5. Tauhid dalam penyembahan. Artinya, tak satu pun kecuali Allah Swt, yang patut disembah.
Kesimpulan
Kerancuan konsep Trinitas dengan penjelasan yang cukup jelas melalui dalil akal dan qur’an, terutama pada Ahadiyat dan Wahdaniyat Allah Swt. Ini membuktikan klaim mereka terhadap monoteisme dapatlah dibatalkan. Sementara itu Islam dengan kemurnian ajaran yang dibawa Rasul Saaw dan AhlulBaitnya as telah membuktikan ke-Tauhidan yang hakiki.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar