sang Penguasa jagat raya adalah Pemurah dan Penyayang
dengan kelembutan yang mengarungi semua kehidupan
maka dengan itupun perdamaian menjadi sesuatu yang berjalan dalam kehidupan
cahaya ketenangan menjadi hal yang paling didambakan
dan hal yang pasti itu adalah yang akan menjadi puncak kehidupan yaitu kebahagiaan
yang terdalam yang hakiki
cuma satu jawabnya yaitu ALLAH SWT.
DAMAILAH dengan Maghfirah-Nya "Dan bersegeralah kamu menuju ampunan (maghfirah) Tuhanmu..."
(QS.Ali Imran: 133) Hari ini merupakan hari terakhir dari sepuluh hari kedua bulan Ramadhan yang menawarkan maghfirah (ampunan). Sebagaimana diketahui, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan berisi kasih sayang (rahmat) Allah, kedua ampunan (maghfirah) Allah dan sepuluh hari terakhir pembebasan dari api neraka.
Dalam perintah mendapatkan maghfirah Allah ini, sedikitpun Allah tidak memiliki pamrih dan kepentingan. Terhadap dosa-dosa yang dilakukan hambanya Allah tidak meraih keuntungan sedikitpun juga. Semuanya demi keselamatan manusia sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadap mereka. Maka sungguh kasihan kepada mereka yang hingga saat sekarang belum memiliki keinginan yang kuat menyambut tawaran ampunan Allah ini, dengan tetap asyik dalam kehidupan yanag lalai dan tetap bermaksiat.
Mereka akan menghadapi siksaan dari Allah kelak di akhirat. Bahkan saat mereka masih di duniapun telah merasakan ketersiksaan dan tak kan pernah mendapatkan kebahagiaan, selain yang bersifat fatamorgana dan semu. Hidupnya diliputi resah dan gelisah. Mengapa? Mereka salah meletakkan diri. Mestinya mereka sadar bahwa kebahagiaan itu hanya terdapat pada sumbernya. Sumber dari segala sumber kebahagiaan itu ada pada Allah swt. Jika manusia jauh dari Allah, maka secara otomatis mereka akan jauh dari bahagia. Bila dekat dengan Allah, maka bahagialah hidupnya.
Yang membuat banyak manusia jauh dengan Allah, adalah akibat dari dosa-dosa yang mereka lakukan selama ini. Itulah yang menyebabkan mereka kerap ditimpa resah dan gelisah di tengah tumpukan hartanya yang menggunung dan kekayaan yang melimpah.
Memang, pada umumnya orang mengira bahwa harta yang bertumpuk adalah syarat bisa hidup bahagia. Tidak keliru, tapi juga tidak benar seluruhnya. Sebab harta menurut Islam hanyalah perantara untuk bisa hidup bahagia. Bukan kebahagiaan itu sendiri. Sumber bahagia tetap hak mutlak Allah. Harta insya Allah akan membahagiakan manakala cara mencari dan cara membelanjakannya di jalur kehalalan.
Pada dasarnya manusialah yang membutuhkan maghfirah dari Allah. Manusia melakukan perbuatan dosa diibaratkan sebagai orang yang mempunyai hutang, selama jiwanya masih normal, akan selalu merasakan ada beban dihati hingga hutang dilunasi. Baru bisa lega setelah hutang telah selesai terbayarkan.
Orang yang berdosapun bisa diibaratkan terkena kuman penyakit ruhani sebagaimana jasmani seringkali terkena kuman, hanya bedanya, jasmani memiliki syaraf yang lebih sederhana dibandingkan syaraf ruhani. Bila kondisi tubuh menurun, orang mudah terserang firus influenza. Panas dingin terasa menjalar dengan segera. Lain halnya jika kondisi ruhaninya menurun, maka orang mudah terserang virus hasud, syirik dan takabbur. Tetapi penyakit-penyakit itu tidak langsung terasa dalam diri, masih harus menunggu proses berikutnya, dan biasanya agak lamban.
Bagaimanapun seorang koruptor tak akan pernah merasakan ketenangan hidup. Ia akan dihantui kecemasan yang berlarut-larut sepanjang umur, cemas karena khawatir tindakan kejahatan dan pengkhianatannya ketahuan masyarakat. Dipandang, memang banyak harta. Orang-orangpun banyak yang iri kepadanya, tersihir dengan penampilannya karena menyangka pejabat yang kaya-raya itu hidup senang, tenang dan bahagia. Padahal dalam hati nuraninya sang pejabat ingin bebas dari belenggu dosa pengkhianatan kepada bangsanya. Ia tahu persis bahwa dirinya menjadi orang besar karena dipercaya rakyat. Tapi jabatan itu ia salahgunakan sehingga rakyat ia rugikan sekian trilyun rupiah.
Tapi bagaimana caranya bisa bebas dari dosa besar itu? Bukankah salah satu caranya ialah sekian juga rakyat harus menyatakan berkenan memberi kata maaf kepadanya? Hal ini jelas tidak mungkin. Hanya memang seringkali ia melupakan dosa-dosanya di saat ia terlalu bergelimang dengan kemewahan dan hawa nafsu. Kesalahan yang dilakukan manusia dan membuat manusia tersebut tidak tenteram dalam hidupnya terbagi menjadi dua macam: Pertama, kesalahan kepada Allah, dan kedua kesalahan kepada sesama manusia. Kesalahan kepada Allah biasanya lebih mudah mendapatkan maghfirah dari pada kesalahan kepada manusia. Di saat manusia beristighfar atas kesalahan kepada Allah, asal dengan kesungguhan, maka dengan cepat Allah mengampuninya. Kesalahan kepada manusia, sekalipun sudah bersungguh-sungguh minta maaf, belum tentu kesalahan itu akan diampuni Allah. Sebab terkadang manusia masih keberatan untuk memaafkan, karena luka hatinya masih menganga bagai disayat sembilu. Allah akan siap mengampuni kesalahannya jika temannya tersebut bersedia memaafkan. Maka dalam menghadapi orang yang tidak berkenan memaafkan, jalan keluar di antaranya, memperbanyak sedekah dam amal shalih. Di hari makhsyar nanti kesalahan kepada orang lain terhitung sebagai hutang yang harus dibayar. Nah, pahala sedekah dan amal shalih bisa membantu melunasi hutang itu.
Makna penghapusan dosa
Rasulullah saw bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Ikutilah segera perbuatan dosamu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baikmu akan menghapus perbuatan dosamu. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia."
Menghapus di sini bukan menghilangkan tanpa bekas. Catatan dosa tak akan pernah terhapus oleh petugas pencatat amal. Raqib dan Atid memerlukan catatan amal sebagai bahan laporan sejarah perjalanan hidup manusia kepada Allah. Catatan amal itu juga dibutuhkan di saat mizan (penimbangan amal) dilaksanakan oleh Allah. Catatan dosa masih tetap utuh. Sementara prestasi istighfar manusia diwujudkan dalam bentuk catatan amal shalih. Bila bobot taubatnya melebihi kadar dosanya, maka sang pendosa dihapuskan dosanya (mendapatkan maghfirah). Malah ia menerima saldo pahala, setelah pemasukan pahala taubat dikurangi pengeluaran dosa kejahatannya.
Abu Junaid Al-Khuza'i berkata: "'Seorang wanita dari suku Juhainah telah hamil karena zina. Ia datang kepada Nabi dan berkata, 'Ya Rasulullah, saya telah terkena hukum Had, maka laksanakanlah kepadaku.' Nabi memanggil wali wanita itu dan bersabda, 'Peliharalah ia baik-baik, dan bila dia telah melahirkan anak, bawalah ia kemari.' Wali wanita itu melaksanakan perintah Nabi. Setelah melahirkan, wanita itu dihukum rajam. Sesudah ia mati Rasulullah ikut menyalatinya. Maka Umar berkata, 'Ya Rasulullah, kau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.' Rasulullah menjawab, 'Ia telah bertaubat dengan taubat yang andaikan pahala taubatnya dibagi-bagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari pada orang yang telah menyerahkan diri kepada hukum Allah?'" (HR.Muslim)
Selama menunggu kelahiran anak hasil zina, wanita itu bertaubat nashuha. Ia benar-benar menyesali dosanya. Ia berhenti melakukan perbuatan zina. Iapun berjanji dalam taubatnya untuk tidak akan mengulangi perbuatan terkutuk tersebut. Kualitas taubatnya luarbiasa, sehingga nilainya tujuh puluh kali lipat kadar taubat yang diperlukan untuk menghapuskan dosa zinanya.
Makna kata maghfirah
Imam Al-Ghazali pernah menerangkan makna Al-Ghaffar. Al-Ghaffar bukan sekadar berarti Maha Pengampunan dosa, karena makna aslinya adalah Maha Menutupi. Allah dengan nama-Nya itu menutupi hal-hal yang buruk dalam diri manusia dengan sesuatu sehingga manusia nampak indah. Di antaranya:
(QS.Ali Imran: 133)
Dalam perintah mendapatkan maghfirah Allah ini, sedikitpun Allah tidak memiliki pamrih dan kepentingan. Terhadap dosa-dosa yang dilakukan hambanya Allah tidak meraih keuntungan sedikitpun juga. Semuanya demi keselamatan manusia sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadap mereka. Maka sungguh kasihan kepada mereka yang hingga saat sekarang belum memiliki keinginan yang kuat menyambut tawaran ampunan Allah ini, dengan tetap asyik dalam kehidupan yanag lalai dan tetap bermaksiat.
Mereka akan menghadapi siksaan dari Allah kelak di akhirat. Bahkan saat mereka masih di duniapun telah merasakan ketersiksaan dan tak kan pernah mendapatkan kebahagiaan, selain yang bersifat fatamorgana dan semu. Hidupnya diliputi resah dan gelisah. Mengapa? Mereka salah meletakkan diri. Mestinya mereka sadar bahwa kebahagiaan itu hanya terdapat pada sumbernya. Sumber dari segala sumber kebahagiaan itu ada pada Allah swt. Jika manusia jauh dari Allah, maka secara otomatis mereka akan jauh dari bahagia. Bila dekat dengan Allah, maka bahagialah hidupnya.
Yang membuat banyak manusia jauh dengan Allah, adalah akibat dari dosa-dosa yang mereka lakukan selama ini. Itulah yang menyebabkan mereka kerap ditimpa resah dan gelisah di tengah tumpukan hartanya yang menggunung dan kekayaan yang melimpah.
Memang, pada umumnya orang mengira bahwa harta yang bertumpuk adalah syarat bisa hidup bahagia. Tidak keliru, tapi juga tidak benar seluruhnya. Sebab harta menurut Islam hanyalah perantara untuk bisa hidup bahagia. Bukan kebahagiaan itu sendiri. Sumber bahagia tetap hak mutlak Allah. Harta insya Allah akan membahagiakan manakala cara mencari dan cara membelanjakannya di jalur kehalalan.
Pada dasarnya manusialah yang membutuhkan maghfirah dari Allah. Manusia melakukan perbuatan dosa diibaratkan sebagai orang yang mempunyai hutang, selama jiwanya masih normal, akan selalu merasakan ada beban dihati hingga hutang dilunasi. Baru bisa lega setelah hutang telah selesai terbayarkan.
Orang yang berdosapun bisa diibaratkan terkena kuman penyakit ruhani sebagaimana jasmani seringkali terkena kuman, hanya bedanya, jasmani memiliki syaraf yang lebih sederhana dibandingkan syaraf ruhani. Bila kondisi tubuh menurun, orang mudah terserang firus influenza. Panas dingin terasa menjalar dengan segera. Lain halnya jika kondisi ruhaninya menurun, maka orang mudah terserang virus hasud, syirik dan takabbur. Tetapi penyakit-penyakit itu tidak langsung terasa dalam diri, masih harus menunggu proses berikutnya, dan biasanya agak lamban.
Bagaimanapun seorang koruptor tak akan pernah merasakan ketenangan hidup. Ia akan dihantui kecemasan yang berlarut-larut sepanjang umur, cemas karena khawatir tindakan kejahatan dan pengkhianatannya ketahuan masyarakat. Dipandang, memang banyak harta. Orang-orangpun banyak yang iri kepadanya, tersihir dengan penampilannya karena menyangka pejabat yang kaya-raya itu hidup senang, tenang dan bahagia. Padahal dalam hati nuraninya sang pejabat ingin bebas dari belenggu dosa pengkhianatan kepada bangsanya. Ia tahu persis bahwa dirinya menjadi orang besar karena dipercaya rakyat. Tapi jabatan itu ia salahgunakan sehingga rakyat ia rugikan sekian trilyun rupiah.
Tapi bagaimana caranya bisa bebas dari dosa besar itu? Bukankah salah satu caranya ialah sekian juga rakyat harus menyatakan berkenan memberi kata maaf kepadanya? Hal ini jelas tidak mungkin. Hanya memang seringkali ia melupakan dosa-dosanya di saat ia terlalu bergelimang dengan kemewahan dan hawa nafsu. Kesalahan yang dilakukan manusia dan membuat manusia tersebut tidak tenteram dalam hidupnya terbagi menjadi dua macam: Pertama, kesalahan kepada Allah, dan kedua kesalahan kepada sesama manusia. Kesalahan kepada Allah biasanya lebih mudah mendapatkan maghfirah dari pada kesalahan kepada manusia. Di saat manusia beristighfar atas kesalahan kepada Allah, asal dengan kesungguhan, maka dengan cepat Allah mengampuninya. Kesalahan kepada manusia, sekalipun sudah bersungguh-sungguh minta maaf, belum tentu kesalahan itu akan diampuni Allah. Sebab terkadang manusia masih keberatan untuk memaafkan, karena luka hatinya masih menganga bagai disayat sembilu. Allah akan siap mengampuni kesalahannya jika temannya tersebut bersedia memaafkan. Maka dalam menghadapi orang yang tidak berkenan memaafkan, jalan keluar di antaranya, memperbanyak sedekah dam amal shalih. Di hari makhsyar nanti kesalahan kepada orang lain terhitung sebagai hutang yang harus dibayar. Nah, pahala sedekah dan amal shalih bisa membantu melunasi hutang itu.
Makna penghapusan dosa
Rasulullah saw bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Ikutilah segera perbuatan dosamu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baikmu akan menghapus perbuatan dosamu. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia."
Menghapus di sini bukan menghilangkan tanpa bekas. Catatan dosa tak akan pernah terhapus oleh petugas pencatat amal. Raqib dan Atid memerlukan catatan amal sebagai bahan laporan sejarah perjalanan hidup manusia kepada Allah. Catatan amal itu juga dibutuhkan di saat mizan (penimbangan amal) dilaksanakan oleh Allah. Catatan dosa masih tetap utuh. Sementara prestasi istighfar manusia diwujudkan dalam bentuk catatan amal shalih. Bila bobot taubatnya melebihi kadar dosanya, maka sang pendosa dihapuskan dosanya (mendapatkan maghfirah). Malah ia menerima saldo pahala, setelah pemasukan pahala taubat dikurangi pengeluaran dosa kejahatannya.
Abu Junaid Al-Khuza'i berkata: "'Seorang wanita dari suku Juhainah telah hamil karena zina. Ia datang kepada Nabi dan berkata, 'Ya Rasulullah, saya telah terkena hukum Had, maka laksanakanlah kepadaku.' Nabi memanggil wali wanita itu dan bersabda, 'Peliharalah ia baik-baik, dan bila dia telah melahirkan anak, bawalah ia kemari.' Wali wanita itu melaksanakan perintah Nabi. Setelah melahirkan, wanita itu dihukum rajam. Sesudah ia mati Rasulullah ikut menyalatinya. Maka Umar berkata, 'Ya Rasulullah, kau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.' Rasulullah menjawab, 'Ia telah bertaubat dengan taubat yang andaikan pahala taubatnya dibagi-bagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari pada orang yang telah menyerahkan diri kepada hukum Allah?'" (HR.Muslim)
Selama menunggu kelahiran anak hasil zina, wanita itu bertaubat nashuha. Ia benar-benar menyesali dosanya. Ia berhenti melakukan perbuatan zina. Iapun berjanji dalam taubatnya untuk tidak akan mengulangi perbuatan terkutuk tersebut. Kualitas taubatnya luarbiasa, sehingga nilainya tujuh puluh kali lipat kadar taubat yang diperlukan untuk menghapuskan dosa zinanya.
Makna kata maghfirah
Imam Al-Ghazali pernah menerangkan makna Al-Ghaffar. Al-Ghaffar bukan sekadar berarti Maha Pengampunan dosa, karena makna aslinya adalah Maha Menutupi. Allah dengan nama-Nya itu menutupi hal-hal yang buruk dalam diri manusia dengan sesuatu sehingga manusia nampak indah. Di antaranya:
- Wajah manusia aslinya jelek. Allah menutupinya dengan kulit wajah yang halus sehingga nampak indah. Bila tidak, maka wajah manusia sungguh menakutkan dan mengerikan. Manusia bagai hantu karena bukan wajah indah yang nampak, tapi tengkorak hidup. Isi perut manusia bermacam-macam. Di antaranya adalah kotoran. Andaikan Allah tidak memiliki asma Al-Ghaffar, maka rupa perut manusia sangat menjijikkan. bagai WC berjalan.
- Dalam batin manusia terdapat keburukan-keburukan. Allah menciptakan hati. Dengan demikian keburukan-keburukan bisa tidak nampak keluar. Sebab bila orang lain mengetahui keburukan batin kita, kacaulah dunia ini. Seorang yang curiga dan buruk sangka kepada saudaranya, tetap bisa berhubungan mesra. Sebab keburukan batin berupa buruk sangka ditutupi oleh Allah dalam hatinya. Sehingga hanya Allah dan dirinya sendiri yang tahu. Permusuhan dan pertengkaran dapat dihindarkan antar manusia yang satu dengan yang lainnya. Untuk selanjutnya yang bersangkutan berusaha menata hatinya sesuai dengan tuntunan Allah.
- Dalam diri manusia terdapat dosa. Dosa itu penyakit. Allah menyembuhkannya dengan cara menutupinya, asal manusia bertaubat. Mereka ini orang-orang baik yang disukai Allah. Dalam hal ini orang yang baik itu bukan mereka yang tak pernah melakukan perbuatan dosa. Sebab hanya Nabi dan Rasul yang tidak pernah melakukan dosa. Orang yang baik ialah orang yang di kala melakukan dosa, ia menyadari kesalahannya. Berikutnya ia bertaubat kepada Allah swt.
Label: 0. ALLAH SWT.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar